Selama ini saya tidak pernah mempersoalkan sepatu dari sisi produsennya, namun lebih pada kenyamanan, model, dan tentu saja soal harga yang penting juga terjangkau. Selama ini sih saya setuju dengan Carrie Bradshaw-nya Sex and The City, semakin mahal sepatu semakin nyaman juga itu sepatu. Kalau bicara aw

Kembali ke persoalan rancangan peraturan yang isinya kelak mewajibkan kalangan PNS menggunakan sepatu merk lokal, ada beberapa poin yang menurut saya menarik. Poin pertama adalah tentu kebijakan ini akan menguntungkan pengrajin sepatu lokal. Bayangkan, jumlah PNS sekarang sudah sampai menginjak angka lebih dari tiga juta, jadi pelanggan dari kalangan PNS sendiri sudah merupakan pasar yang cukup besar. Jadi pada prinsipnya saya setuju sekali dengan kebijakan ini.
Poin kedua yang menjadi perhatian saya adalah tentang filosofi apa yang melatarbelakangi kebijakan ini. Kalau sekedar pragmatis yakni menyelamatkan bangsa ini dari invansi produk China dan negara lainnya, kenapa harus ditujukan pada PNS? Dengan tingkat penghasilan yang sudah menjadi rahasia umum, rasanya PNS yang bisa membeli sepatu import tidak sampai 25%. Kenapa kebijakan tentang sepatu lokal ini tidak melibatkan siswa sekolah? Selain itu apakah orang-orang pada jabatan politis nantinya juga dimasukan sebagai kategori yang diwajibkan (contoh: walikota, anggota DPR, menteri)?
Mengintip dari detiknews dan blog-blog lain, diperkirakan bentuk kebijakannya adalah dengan memberikan sepatu kepada setiap PNS dengan kisaran harga yang ditentukan. Mmmmm, isunya bisa melebar ke kedisiplinan atau kesejahteraan. Lalu berimbas juga ke perihal proyeknisasi. Kalau Pemda Mojokerto sih sudah merintis hal ini lebih awal. Maklum saja, daerah ini memang terkenal sebagai penghasil sepatu. Bagus juga sih, tapi apakah hal yang sama diterapkan kepada siswa saya belum googling. Bagaimanapun, menurut saya pelajar adalah sasaran yang strategis kalau tujuan kebijakan adalah menumbuhkan kecintaan pada produk dalam negeri. Landasan kesejahteraan malah justru lebih mengena bila pembagian sepatu diberlakukan di kalangan PNS.
Poin ketiga yang perlu ditelisik, istilah "mewajibkan" berarti ada reward dan punishment dong. Poin keempat, bagaimana cara pemerintah tahu apakah si A pakai sepatu buatan lokal atau import, mau dicek satu persatu? Poin kelima, adalah kurangnya pengetahuan kita sendiri tentang produk-produk sepatu buatan dalam negeri. Hal ini berkaitan dengan penggunaan nama-nama merk sepatu yang berbau asing padahal sebenarnya lokal, sebut saja Piero. Salah-salah karena kebijakan ini malah sebaliknya yang terjadi, yakni dirugikannya produsen lokal karena ketidaktahuan pelanggan he3. Maklum, produsen Indonesia masih kurang pede menggunakan nama yang berbau lokal. Jadi ya, ada tuh beberapa merk yang sepertinya nasional eh malah buatan luar negeri, atau sebaliknya. Bingung kan?
Tetapi tentu saya setuju dengan arah kebijakan pemerintah ini, namun kalau bentuknya saya kurang setuju. Istilah mewajibkan bisa kan diganti dengan "menghimbau"? Kemudian kalau berujung pada bagi-bagi sepatu saya kurang setuju. Masalahnya akan menjadi pelik sekali. Apa yang menjadi kriteria sebuah sepatu dijadikan pakem bagi semua jenis pekerjaan dalam PNS? Model sepatu A mungkin sesuai dengan kebutuhan pegawai di divisi A, namun tidak demikian halnya dengan mereka yang ada di divisi B.
Daripada repot mengurusi soal model sepatu yang hendak dijadikan seragam, lebih baik berpikir tentang pemberian kesejahteraan dalam bentuk lainnya. Kalaupun PNS hendak dibagi-bagi sepatu, jangan dilakukan sebelum pemilu, salah-salah jadi SHOES POLITIC.